Sabtu, 03 Juli 2010

IDENTIFIKASI DAN PEMERIKSAAN LJUMLAH TOTAL BAKTERI PADA SUSU KEDELAI YANG DIPASARKAN DISUPERMARKET KOTA GORONTALO

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini di negara-negara yang sudah maju maupun di negara-negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia, susu kedelai merupakan sumber utama penghasil susu berbahan nabati yang mempunyai nilai gizi tinggi. Ada pula susu yang dihasilkan oleh ternak lain misalnya kerbau, kambing, kuda dan domba, akan tetapi dimasyarakat saat ini mulai tertarik mengkonsumsi susu kedelai.
Susu kedelai merupakan bahan makanan yang diyakini mempunyai gizi yang sempurna dan lengkap. Di dalamnya terkandung zat-zat yang diperlukan untuk tubuh dalam perbandingan yang seimbang. Dengan lengkapnya kandungan gizi yang ada, maka susu kedelai dapat dipakai sebagai penyempurna makanan yang ada. Menurut Dwidjoseputra (1990) susu kedelai merupakan bahan makanan sempurna yang di dalamnya mengandung nilai gizi yang tinggi sehingga baik untuk dikonsumsi manusia. Tetapi dengan nilai gizi yang tinggi tersebut susu kedelai merupakan media yang baik untuk pertumbuhan berbagai macam mikroorganisme, baik mikroorganisme yang menguntungkan maupun mikroorganisme yang dapat membahayakan manusia.


Macam dan jumlah bakteri akan berbeda dari kelompok susu yang berbeda. Menurut SNI 01-3830-1995, jumlah cemaran bakteri total sekitar 1 X 106 CFU/ml. Di samping bakterinya yang rendah, air susu harus bebas dari berbagai kotoran, mempunyai bau yang normal, serta bebas dari spora serta mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit (Hadiwiyoto, 1994).
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada air susu kedelai yang benar-benar bersih dari kontaminasi mikroorganisme setelah proses pembuatannya, tetapi air susu kedelai yang terdapat di dalam kemasan yang hiegenis dan dikemas secara vacum masih dapat dikatakan steril atau bebas bakteri. Kontaminasi mikroorganisme di dalam air susu kedelai dapat diperoleh dari penggunaan alat-alat pemprosesan yang kotor, kotoran di sekitar wadah pengolahan dan dapat juga berasal dari bahan baku yang tidak hiegenes serta debu atau faktor lain yang menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap air susu kedelai tersebut.
Kandungan bakteri akibat kontaminasi akan bertambah sejalan dengan pertambahan waktu. Kandungan bakteri tersebut di dalam susu kedelai kurang dari 1.000 bakteri tiap ml dan selama produksi akan diperoleh lebih dari 1.000.000 bakteri / ml air susu kedelai (Robinson, 1990). Adanya kontaminasi tersebut menyebabkan kerusakan pada kualitas susu kedelai sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.


Penelitian Balia dkk (2000) menunjukkan bahwa susu kedelai dari pengolahan rakyat di Lembang, Bandung mengandung bakteri total pada susu kedelai adalah 3,70 x 106 CFU/ml, sedangkan dari susu kedelai pasteurisasi tanpa kemasan di pedagang kaki lima diperoleh jumlah bakteri total 3,45 X 106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri total pada susu kedelai ternyata melebihi batas maksimum cemaran SNI 01-3830-1995 baik dari pengolahan rakyat skala industri rumah tangga maupun dari pedagang kaki lima.
Untuk mendapatkan susu kedelai yang memenuhi standart kesehatan, maka digunakan berbagai cara agar susu kedelai yang dihasilkan bebas dari kontaminasi bakteri seminimal mungkin. Pertumbuhan bakteri dapat dihambat atau dimatikan dengan pemberian bahan-bahan kimia atau dengan perlakuan secara fisik (Eckles,1931).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian pemeriksaan jumlah total bakteri pada susu kedelai yang dipasarkan di supermarket Kota Gorontalo. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui mutu mikrobiologis susu kedelai yang dipasarkan di Kota Gorontalo pada khususnya demi terciptanya keamanan pangan produk olahan hasil pertanian.




B. Rumusan Masalah
Susu kedelai merupakan diversifikasi produk olahan hasil pertanian berbahan baku kedelai dengan kualitas pilihan, sebagai salah satu produk olahan hasil pertanian yang bernilai gizi tinggi, mudah diperoleh dipasar dengan harga terjangkau serta digemari masyarakat terutama generasi muda, anak-anak dan balita yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan.
Pada umumnya industri pengolahan susu kedelai merupakan industri rumah tangga, dengan permodalan terbatas dan pengetahuan sanitasi dan higiene masih terbatas serta pengolahan masih dilakukan secara manual sehingga berpotensi terjadi kontaminasi bakteri patogen. Sumber kontaminasi bakteri patogen dapat terjadi melalui bahan baku, bahan pembantu, bahan tambahan, bahan pengemas, peralatan dan lingkungan serta pekerja.
Bakteri patogen yang berpotensi dan sering mengkontaminasi produk olahan susu kedelai adalah Pseudomonodaceae, Bacillaceae, Enterobacteriaceae, lactobacillaceae, streptococcaceae serta Micrococcaceae diantara berbagai jenis bakteri tersebut sebagian dapat menghasilkan enterotoksin yang bersifat tahan panas, melebihi sel vegetatifnya sehingga makanan yang terkontaminasi masih tetap berbahaya meskipun bakterinya sudah mati setelah pemanasan.
Susu kedelai merupakan produk hasil pertanian olahan yang berfungsi sebagai minuman pelengkap dengan potensi pasar yang prospektif kini di jual dipasar moderen dan tradisional di kota Gorontalo, namun memiliki potensi masalah mikrobiologis, diantaranya kontaminasi Aeracoccus Uiridans, Listeria Monositogenes, Bacillus spp, bacillus Lpey. yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Untuk mendapatkan gambaran berapa jumlah total bakteri apa saja yang ada dalam susu kedelai yang dipasarkan di Supermarket Kota Gorontalo, maka diperlukan penelitian ini.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain adalah :
1. Mengidentifikasi bakteri apa saja yang terdapat di dalam susu kedelai bubuk dan cair yang dipasarkan di supermarket Kota Gorontalo.
2. Mengetahui jumlah total bakteri dalam susu kedelai yang dipasarkan di Supermarket Kota Gorontalo.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang jumlah total bakteri serta identifikasi jenis bakteri yang terdapat dalam susu kedelai yang dipasarkan di Supermarket Kota Gorontalo, sehingga nanti dapat diambil langkah lebih lanjut oleh instansi teknis terkait dalam rangka peningkatan keamanan pangan susu kedelai sebagai produk olahan hasil pertanian yang ada di pasaran supermarket Kota Gorontalo.





E. Kerangka Pikir Penelitian
Komposisi kimia susu kedelai yang lengkap seperti lemak, laktosa, protein, dan lain-lainnya memungkinkan adanya anggapan bahwa susu kedelai berperan sebagai medium yang baik bagi pertumbuhan mikrobia merugikan. Susu kedelai yang dihasilkan pada industri minuman pada hakekatnya steril, setelah melewati proses produksi dimungkinkan terjadi kontaminasi oleh mikroba. Hal itu disebabkan selain karena terdapat sisa susu kedelai (lebih kurang 10% dari volume susu total), atau karena peralatan dan lingkungan pengolahan yang tidak steril. Oleh karena itu, susu kedelai yang diperoleh sesudah proses pengolahan dimungkinkan mengandung sejumlah bakteri pencemar yang macam dan jumlahnya tergantung pada lingkungan, peralatan, dan personil yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan dan transportasi susu kedelai.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas maka perlu ditelaah lebih lanjut mengenai jumlah total bakteri dan bakteri apa saja yang terdapat di dalam susu kedelai bubuk maupun cair yang dipasarkan di supermarket Kota Gorontalo agar dapat memberikan informasi keamanan pangan produk susu kedelai bagi masyarakat khususnya para konsumen.





Adapun kerangka pendekatan studi dapat dilihat pada diagram berikut ini :



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Susu Kedelai
Sejak abad ke II sebelum Masehi, susu kedelai sudah dibuat di negeri Cina. Kemudian berkembang ke Jepang dan setelah abad ke II masuk ke Asia Tenggara. Di Indonesia, perkembangannya sampai saat ini masih ketinggalan dengan Singapura, Malaysia, dan Filipina. Di Malaysia dan Filipina susu kedelai dengan nama dagang "Vitabean" yang telah diperkaya dengan vitamin dan mineral, telah dikembangkan sejak Tahun 1952. Di Filipina juga dikenal susu kedelai yang populer dengan nama "Philsoy". Sementara di tanah air baru beberapa tahun terakhir dikenal susu kedelai dalam kemasan kotak karton yang diproduksi oleh beberapa industri minuman (Anonim 2006).
Komposisi susu kedelai hampir sama dengan susu sapi (Koswara 2006). Karena itu susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi. Susu ini baik dikonsumsi oleh mereka yang alergi susu sapi, yaitu orang-orang yang tidak punya atau kurang enzim laktase dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa dalam susu sapi. Laktosa susu sapi yang lolos ke usus besar akan dicerna oleh jasad renik yang ada di sana. Akibatnya, orang yang tidak toleran terhadap laktosa akan menderita diare tiap kali minum susu sapi. Umumnya, mereka orang dewasa yang tidak minum susu pada waktu masih kecil. Karenanya, penderita kebanyakan berasal dari kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara berkembang (Anonim 2006).
Untuk balita dua gelas susu kedelai sudah dapat memenuhi 30% kebutuhan protein sehari. Dibandingkan dengan susu sapi, komposisi asam amino dalam protein susu kedelai kekurangan jumlah asam amino metionin dan sistein. Tetapi, karena kandungan asam amino lisin yang cukup tinggi, maka susu kedelai dapat meningkatkan nilai gizi protein dari nasi dan makanan sereal lainnya (Koswara, 2006).
Mutu protein dalam susu kedelai hampir sama dengan mutu protein susu sapi. misalnya, protein efisiensi rasio (PER) susu kedelai adalah 2,3, sedangkan PER susu sapi 2,5. PER 2,3 artinya, setiap gram protein yang dimakan akan menghasilkan pertambahan berat badan pada hewan percobaan (tikus putih) sebanyak 2,3 g pada kondisi percobaan baku. Susu kedelai tidak mengandung vitamin B12 dan kandungan mineralnya terutama kalsium lebih sedikit ketimbang susu sapi. Karena itu dianjurkan penambahan atau fortifikasi mineral dan vitamin pada susu kedelai yang diproduksi oleh industri besar (Subagyo, 2007).
Dari seluruh karbohidrat dalam susu kedelai, hanya 12 - 14% yang dapat digunakan tubuh secara biologis. Karbohidratnya terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan raffinosa yang larut dalam air (Koswara, 2006). Sedangkan golongan polisakarida terdiri dari erabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut dalam air dan alkohol, serta tidak dapat dicerna.
Secara umum susu kedelai mempunyai kandungan vitamin B2, niasin, piridoksin, dan golongan vitamin B yang tinggi. Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup banyak ialah vitamin E dan K (Anonim, 2006). Jika dibuat dengan cara yang tidak baik, susu kedelai masih mengandung senyawa-senyawa antigizi dan senyawa penyebab off-flavor (penyimpan cita rasa dan aroma pada produk olah kedelai) yang berasal dari bahan bakunya, yaitu kedelai. Senyawa-senyawa antigizi itu di antaranya antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan oligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi kembung), (Anonim, 2008).
Sedangkan senyawa penyebab off-flavor pada kedelai misalnya glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa-senyawa penyebab alergi. Dalam pembuatan susu kedelai, senyawa-senyawa itu harus dihilangkan, sehingga menghasilkan susu kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk dikonsumsi manusia. Untungnya, proses penghilangan senyawa pengganggu ini tidak sulit. Untuk memperoleh susu kedelai yang baik dan layak konsumsi, diperlukan syarat bebas dari bau dan rasa langu kedelai, bebas antitripsin, dan mempunyai kestabilan yang mantap (tidak mengendap atau menggumpal), (Koswara, 2006).
Bau dan rasa khas kedelai dan kacang-kacangan mentah lainnya tidak disukai konsumen. Rasa dan bau itu ditimbulkan oleh kerja enzim lipsigenase yang ada dalam biji kedelai. Enzim itu akan bereaksi dengan lemak pada waktu penggilingan kedelai, terutama jika digunakan air dingin. Hasil reaksinya paling sedikit berupa delapan senyawa volatil (mudah menguap) terutama etil-fenil-keton (Anonim, 2006).
Bau dan rasa dapat dihilangkan dengan cara mematikan enzim lipksigenase dengan panas. Cara yang dapat dilakukan antara lain (1) menggunakan air panas (suhu 80 - 100oC) pada penggilingan kedelai, atau (2) merendam kedelai dalam air panas selama 10 - 15 menit sebelum digiling. Agar bebas antitripsin, kedelai direndam dalam air atau larutan NaHCO3 0,5% selama semalam (8 - 12 jam) yang diikuti dengan perendaman dalam air mendidih selama 30 menit (Koswara, 2006).
Subagyo, 2007 menjelaskan bahwa dalam susu kedelai terdapat bahan padat yang dapat larut dan tidak dapat larut. Bahan-bahan itu pada mulanya tercampur merata, tetapi jika dibiarkan akan mengendap. Susu kedelai yang mengandung endapan di bagian bawahnya tidak disukai konsumen, meskipun sebenarnya tidak rusak. Supaya stabil atau tidak terjadi pengendapan, cara berikut ini dapat dilakukan:
1. Menambahkan senyawa penstabil misalnya CMC dan Tween 80,
2. Menggiling dengan air panas dan penyimpanan sebaiknya pada suhu dingin (kulkas),
3. Melakukan homogenisasi untuk mendapatkan butir-butir lemak yang seragam menggunakan alat homogenizer, dan
4. Mengatur kadar protein susu kedelai cair sampai kurang dari 7%
(jika lebih dari itu protein mudah menggumpal saat susu kedelai dipanaskan), yang dilakukan dengan menambahkan air pada bubur kedelai hasil penggilingan sampai perbandingan air dan kedelai 10 : 1. Kadar protein dalam susu kedelai yang diperoleh dengan rasio ini adalah 3 - 4%.
Pada prinsipnya terdapat dua bentuk susu kedelai, cair dan bubuk. Bentuk cair lebih banyak dibuat dan diperdagangkan. Susu kedalai dapat disajikan dalam bentuk murni, artinya tanpa penambahan gula dan cita rasa baru (Anonim 2006). Dapat juga ditambah gula atau flavor seperti moka, pandan, panili, coklat, strawberi, dan lain-lain. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya sekitar 5 - 7% dari berat susu. Untuk meningkatkan selera anak-anak, kandungan gula dapat ditingkatkan menjadi 5 - 15%. Tetapi kadar gula yang dianjurkan adalah 7%. Kadar gula 11% atau lebih menyebabkan cepat kenyang.
Persyaratan mutu untuk susu yang terpenting ialah kadar protein minimal 3%, kadar lemak 3%, kandungan total padatan 10%, dan kandungan bakteri maksimum 300 koloni/gram, serta tidak mengandung bakteri E. coli (Anonim 2008).
Susu kedelai cair dapat dibuat dengan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana yang tidak memerlukan keterampilan tinggi, maupun dengan teknologi modern dalam pabrik. Dewasa ini banyak cara yang dapat digunakan untuk membuat susu kedelai cair dengan hasil yang baik. Beberapa metode yang umum digunakan dalam pembuatan susu kedelai untuk minuman manusia antara lain metode Illinois, metode Pusbangtepa-IPB, dan metode sederhana.
Menurut Koswara, 2006 Secara garis besar cara pembuatan susu kedelai seperti :
1. Kedelai yang telah disortasi (dipisahkan dari kotoran dan biji rusak) direndam dalam larutan NaHCO3 0,25 - 0,5% selama 15 menit. Perendaman dilakukan pada suhu ruang, dengan perbandingan larutan perendam dan kedelai 3 : 1.
2. Kedelai ditiriskan dan dididihkan selama 20 menit.
3. Kedelai digiling dengan penggiling logam, penggiling batu (yang biasa dipakai pada pembuatan tahu), atau blender.
4. Bubur yang diperoleh ditambah air mendidih sehingga jumlah air secara keseluruhan mencapai 10 kali lipat bobot kedelai kering.
5. Bubur encer disaring dengan kain kasa dan filtratnya merupakan susu kedelai mentah.
6. Untuk meningkatkan rasa dan penerimaan, ke dalam susu kedelai mentah ditambahkan gula pasir sebanyak 5 - 7% dan flavor seperti coklat, moka, pandan, strawberi secukupnya, kemudian dipanaskan sampai mendidih.
7. Setelah mendidih, api dikecilkan dan dibiarkan dalam api kecil selama 20 menit. 8. Jika akan dibotolkan, ke dalam susu kedelai dapat ditambahkan CMC sebanyak 100 ppm (100 mg CMC ditambahkan ke dalam 1 l susu kedelai). Susu kedelai sebaiknya dalam suhu dingin sekitar 5oC (suhu lemari es). ( Sutrisno, 2006).
Di samping bentuk cair, susu kedelai dapat juga dibuat dalam bentuk bubuk yang umumnya dilakukan dengan cara pengeringan semprot (spray drying). Untuk membuat susu kedelai bubuk, mula-mula kacang kedelai yang telah disortasi dan dicuci, direndam dalam larutan NaOH 0,05% selama 8 jam dengan jumlah larutan 3 kali berat kedelai kering. Setelah dikupas dan dicuci, kedelai direndam dalam larutan NaHCO3 0,15% selama 30 menit pada suhu 100oC. Kemudian dilakukan penggilingan dengan air panas, perbandingan air dan kedelai kering 8:1. Untuk menambah total padatan dalam susu kedelai, pada saat penggilingan ditambahkan santan kelapa sebanyak 10 - 20%. Setelah disaring, campuran kemudian dihomogenisasi pada tekanan 3.300 psi. Kemudian dialirkan ke dalam pengering semprot yang telah diset dengan kondisi: tekanan 4,5 - 5,0 bar, suhu udara 170 - 185oC dan suhu udara keluar 80- 95oC ( Anonim 2008 ). Gambar susu kedelai dalam kemasan dapat dilihat pada gambar berikut ini.








Gambar 01. Kemasan Susu Kedelai Yang Di Pasarkan Di Supermarket.


Table 1. Komposisi Susu Kedelai Bubuk dan Susu Kedelai Cair tiap 100 g

KOMPOSISI SUSU KEDELAI BUBUK DAN SUSU KEDELAI CAIR
TIAP 100 G
Komponen Bubuk Cair
Kalori (Kkal) 41,00 41,00
Protein (g) 3,20 3,50
Lemak (g) 2,50 2,50
Karbohidrat (g) 4,30 5,00
Kalsium (mg) 43,00 50,00
Fosfor (g) 60,00 45,00
Besi (g) 1,70 0,70
Vitamin A (SI) 130,00 200,00
Vitamin B1 (tiamin)(mg) 0,03 0,08
Vitamin C (mg) 1,00 2,00
Air (g) 88,33 87,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI 2000 dalam Hartoyo (2005 : 13).
B. Mikrobiologi Susu Kedelai
Berbagai mikrobia tumbuh dan berkembang dengan baik pada susu kedelai. Dua kelompok utama mikrobia tersebut adalah bakteri dan fungi. Bakteri merupakan mikrobia bersel satu dengan ukuran 0,4-1,5 µm dan mempunyai berbagai macam bentuk mulai berbentuk bulat, panjang dan spiral (Widodo, 2003). Bakteri tersebar luas di lingkungan baik di udara, air dan tanah, dalam usus binatang, dalam lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan tubuh atau tumbuhan (Gaman dan Sherrington,1994).
Bakteri temasuk organisme prokariot yang bersifat khas. Sel bakteri berisi massa sitoplasma dan beberapa bahan inti (tidak memiliki inti sel yang jelas). Sel dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri, dinding sel ini dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Bakteri bereproduksi dengan cara pembelahan biner sederhana, yaitu merupakan tipe pembiakan yang terjadi secara aseksual (Suendra dkk., 1991).
Bakteri dalam susu kedelai dapat berasal dari bahan kedelai itu sendiri atau dari luar. Adanya aktivitas bakteri dalam susu kedelai maka susu menjadi asam, mempunyai rasa dan bau yang kurang baik, tetapi ada bakteri yang menguntungkan sehingga dipilih sebagai kultur untuk fermentasi susu, sehingga diperoleh produk fermentasi susu kedelai (Nurliyani dkk, 2008).
Kelompok bakteri yang sering mengkontaminasi pangan termasuk susu kedelai Pseudomonodaceae, Bacillaceae, Enterobacteriaceae, Lactobacillaceae dan Sreptococcaceae, serta Micrococcaceae.
1. Enterobacteraceae
Golongan bakteri Enterobacteraceae merupakan sekelompok besar dari bakteri Gram negatif, tidak berspora, berbentuk batang kecil. Beberapa genus Enterobacteriaceae penting bagi kesehatan masyarakat karena menimbulkan wabah keracunan pangan dan penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan yang cukup serius. Beberapa genus Enterobacteriaceae meliputi:
a. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7µm, bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. Bakteri ini banyak ditemukan didalam usus manusia sebagai flora normal. Escherichia coli biasanya juga terdapat dalam alat pencernaan hewan (Bucle dkk., 1987). Selain itu Escherichia coli sering digunakan sebagai indikator kualitas sanitasi dalam air maupun susu (Nurliyani dkk, 2008). Escherichia coli merupakan bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia dan hewan. Bakteri ini selalu dihubungkan dengan penyakit diare pada manusia dan sering ditemukan dalam feses sehingga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran air dan makanan oleh feses.
Bakteri ini juga dapat menimbulkan penyakit infeksi saluran kemih, sepsis dan meningitis (Jawetz dkk., 1996).
b. Shigella
Shigella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, berukuran 0,5-0,7µm x 2-3µm dan tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditanam pada media agar akan tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh (Karsinah dkk., 1994). Shigella biasanya terdapat dalam alat pencernaan hewan, selain itu shigella juga dapat menyebabkan kerusakan pada susu melalui udara, debu, peralatan pengolah susu kedelai, maupun dari manusia (Buckle dkk., 1987). Biasanya disentri basiler atau shigellosis adalah penyakit infeksi usus akut yang disebabkan oleh shigella (Vollk dan Wheeler, 1993).
c. Klebsiella
Klebsiella merupakan kelompok bakteri Gram negatif, berbentuk batang, non motil, mempunyai kapsul, dan koloni sangat berlendir, koloni besar sangat mukoid dan cenderung bersatu pada pergerakan yang lama, meragikan laktosa dan banyak karbohidrat, negatif terhadap tes merah motil (Jawetz dkk., 2001). Seperti halnya Escherichia coli, Klebsiella merupakan bakteri yang sering digunakan dalam uji sanitasi air maupun susu (Nurliyani dkk., 2008). Klebsiella terdapat dalam saluran nafas dan feses pada sekitar 5 % orang normal. Bakteri ini menyebabkan pneumonia, infeksi saluran kemih, dan peradangan saluran nafas (Jawetz dkk.,1996).
d. Enterobacter
Enterobacter merupakan bakteri aerob berbentuk batang pendek, bersifat Gram negatif membentuk rantai, mempunyai kapsul kecil, motil dengan flagel peritrik, pada media padat koloni bersifat kurang mukoid dan cenderung menyebar keseluruh permukaan, dapat membentuk asam dan gas (Jawetz dkk, 2001). Enterobacter tidak merupakan flora normal di dalam saluran pencernakan, dapat hidup bebas serta menyebabkan infeksi saluran kemih dan sepsis (Jawetz dkk, 1996).
2. Pseudomonas
Pseudomonas adalah bakteri aerob tetapi dapat mempergunakan nitrat dan arginin sebagai elektron dan tumbuh sebagai anaerob yang berbentuk batang, Gram negatif, bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih, ukuran 0,8-1,2µm. Beberapa galur memproduksi pigmen larut air, tumbuh baik pada 37°C-42°C ( Jawetz dkk., 2001 ). Bakteri Pseudomonas biasanya terdapat dalam air susu mentah yang belum dipasteurisasi (Vollk dan Wheeler, 1993). Selain itu juga sebagai sumber kontaminasi pada proses pembuatan susu kedelai secara langsung oleh manusia (Supardi dan Sukamto, 1999).
Pseudomonas terdapat dalam flora usus normal dan kulit manusia dalam jumlah kecil. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada orang yang mempunyai ketahanan tubuh yang menurun, yaitu penderita luka bakar, orang yang sakit berat atau dengan penyakit metabolik atau orang yang sebelumnya memakai alat-alat bantu kedokteran seperti kateter ( pada penderita infeksi saluran kemih ) dan respirator ( pada pendrita pneumonia ) (Anonim,1994).
3. Micrococcaceae
Spesies dari famili ini adalah Gram positif, tidak berspora, bersifat katalase positif yang dapat tersusun secara tunggal, berpasangan, atau kelompok kecil. Dua genus yang penting dalam bahan pangan adalah Micrococcus dan Staphylococccus. Kelompok Staphylococci yang terpenting organisme ini mampu memproduksi suatu enterotoksin yang cukup berbahaya yang menyebabkan terjadinya peristiwa keracunan makanan (Buckle dkk., 1987).
Staphylococcus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster (menggerombol) yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba ( Jawetz dkk., 2001 ).
Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 20ºC-35ºC. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lambat dan mengkilat ( Jawetz dkk., 2001). Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun hewan. Beberapa jenis bakteri ini dapat membuat enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Bakteri Staphylococcus aureus juga merupakan salah satu penyebab penyakit Mastitis.



C. Pencemaran Susu Kedelai
Komposisi kimia susu kedelai yang lengkap seperti lemak, laktosa, protein, dan lain-lainnya memungkinkan adanya anggapan bahwa susu kedelai berperan sebagai medium yang baik bagi pertumbuhan mikrobia merugikan. Susu kedelai yang dihasilkan baru terjadi kontaminasi oleh mikroba. Oleh karena itu, susu kedelai yang diperoleh sesudah proses pengolahan dikwatirkan mengandung sejumlah bakteri pencemar yang macam dan jumlahnya tergantung pada lingkungan, patologi sanitasi lingkungan dan alat serta bahan pengolah lainnya yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan dan transportasi susu. kedelai. Alasan susu kedelai disukai mikroba antara lain :
1. pH susu mendekati normal sekitar 6, 6-6, 8.
2. Susu kedelai mengandung gizi yang sangat baik untuk pertumbuhan makhuk hidup termasuk mikroba.
3. Kadar air yang tinggi sekitar 85%. Jumlah bakteri dalam susu kedelai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari bahan kedelai itu sendiri (faktor intrinsik) maupun yang berasal dari luar (faktor ekstrinsik) (Hadiwiyoto, 1994).
D. Syarat Kualitas Susu Kedelai
Berdasarkan jumlah bakteri dalam air susu, kualitas susu di negara-negara barat dan negara-negara maju lainnya digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Susu dengan kualitas baik atau kualitas A (No. 1), jumlah bakteri yang terdapat dalam susu segar tidak lebih dari 10.000/ml. Bakteri-bakteri koliform tidak lebih dari 10/ml.
2. Susu Kualitas B (No. 2) jika jumlah bakterinya antara 100.000-1.000.000/ml dan jumlah bakteri koliform tidak lebih dari 10/ml.
3. Susu dengan kualitas C (No. 3), jelek jika jumlah bakterinya lebih dari 1.000.000/ml (Hadiwiyoto, 1994).
Syarat kualitas air susu kedelai di Indonesia telah dibakukan dalam Standart Nasional Indonesia (SNI 01-3830-1995), dimana pemeriksaan cemaran mikroba dalam air susu segar meliputi uji pemeriksaan dengan angka lempeng total (batas maksimum mikroba 3,0 × 106 koloni/ml), Escherichia coli (maksimum 10/ml), Salmonella (tidak ada), Staphylococcus aureus (maksimum 10² koloni/ml).
E. Penanganan susu Kedelai
Kontaminasi susu kedelai perlu dicegah sedini mungkin dengan menjaga kebersihan bahan, alat dan wadah pengolahan. Agar susu kedelai yang diproduksi terjaga kebersihannya dan lebih tahan lama dari kerusakan.
Maka dapat dilakukan beberapa penanganan susu, antara lain:
1. Pendinginan susu
Pendinginan susu biasanya menggunakan lemari es atau alat pendingin khusus yang suhunya di bawah 10°C (Anonim, 1995). sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat.
2. Pasteurisasi susu kedelai
Pasteurisasi susu kedelai adalah pemanasan susu di bawah temperatur didih dengan maksud hanya membunuh kuman ataupun bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup.
Ada 3 cara pasteurisasi yaitu:
a. Pasteurisasi lama (law temperature, long time). Pemanasan susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama (pada temperatur 62- 65°C selama 1/2- 1 jam).
b. Pasteurisasi singkat (high temperature, short time). Pemanasan susu dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif singkat (pada temperatur 71,11 °C selama 15 detik). Pada pasteurisasi ini juga dapat digunakan suhu 75 °C selama 15-16 detik dengan menggunakan alat pemanas berbentuk lempengan dimana suhu harus dijaga sebaik mungkin.
c. Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT)
Menurut Buckle et al. (1987), pasteurisasi dengan UHT dilakukan pada suhu 125 °C selama 15 detik atau 131 °C selama 0,5 detik.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini Dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gorontalo. Waktu pelaksanaan penelitian yang dibutuhkan sejak penyusunan Rencana Kerja Penelitian sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Penelitian selama kurang lebih 2 bulan, yaitu bulan Mei 2010 sampai bulan Juni 2010.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : Susu kedelai bubuk dan cair, Aquades, alkohol, Peptone, Agar, Kristal Violet (Gram A), Lugol (Gram B), Metil Blue (Gram C), Safranin (Gram D), Motility Test Medium, Kovac's Reagen, Metil Red, Larutan H2O2, Nutrien Agar (NA).
2. Alat
Alat-alat yang akan digunakan adalah : Timbangan, gunting, gelas ukur, Erlenmeyer, spatula, timbangan analitik, PH meter, stirer, magnetic stirer, kompor listrik, auotoclave, pipet tetes, petridish, tabung Hach, tabung reaksi, Durham, bunsen, jarum ose, mikroskop, objek glass, oven, incubator, Almanium foil.

C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui atau mengungkapkan keterangan dari sutu fakta secara terperinci dan sistematis. Dalam hal ini adalah tentang jumlah total bakteri dan identifikasi jenis bakteri yang diisolasi dari susu kedelai bubuk dan cair.
Pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pewarnaan Gram, Uji Oksidase, Uji motiliti, Uji Indol, Uji Katalase.
1. Tahapan Penelitian
a. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kedelai yang akan diuji diambil dari Supermarket di kota Gorontalo. Jumlah sampel yang akan digunakan diambil sebanyak 2 dos untuk tiap kali pengambilan yang terdiri dari 1 dos bubuk dan 1 dos cair, dimana pengambilan sampel direncanakan dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval waktu pengambilan setiap 2 minggu sekali. Selanjutnya sampel dibawah ke laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gorontalo untuk diteliti.
b. Perhitungan Jumlah Bakteri
Ada 3 cara perhitungan bakteri hidup, yaitu:
1) Standart Plate Count
Pada cara ini dilakukan pengenceran dengan menggunakan sejumlah botol pengencer yang diisi sampel dan aqua destilata steril. Agar cair didinginkan sampai suhu sekitar 44ºC dan baru kemudian dituangkan ke dalam cawan petri setelah agak membeku cawan dieramkan selama 24-48 jam (37ºC).
2) Plate Count
Sampel dipipet lalu di masukan kedalam cawan petri kosong yang steril, lalu dituang ke dalam media agar yang mencair dalam cawan petri steril, dengan suhu sekitar ± 45ºC lalu digoyangkan dengan hati- hati sehingga sampel dan media tercampur rata dan dibiarkan memadat. Agar sebar Sebanyak 0,1 ml. Kemudian sampel susu bubuk dan cair ditungakan pada permukaan agar yang sudah memadat dalam cawan petri, lalu sampel diratakan di atas permukaan media tersebut dengan bantuan alat perata (Lay, 1994).
3) Pengujian secara Mikroskopik
Pengujian secara mikroskopik ditujukan untuk mengetahui struktur dan bentuk-bentuk dari bakteri (Hadiwiyoto, 1994).
c. Identifikasi Bakteri
Untuk mengetahui jenis bakteri dilakukan dengan cara kultur bakteri, morfologi bakteri, pengecatan Gram dan penanaman pada media identifikasi yaitu:
1) Kultur Bakteri
Kultur bakteri adalah pertumbuhan bakteri dari mikroorganisme. Mikroorganisme tumbuh di dalam media yang terdiri dari zat yang merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang diduga sebagai penyebab dan menghambat mikroorganisme yang tidak diinginkan. Bahan yang diduga berisi mikroorganisme digoreskan di atas permukaan media kemudian cawan diinkubasi pada temperatur yang sesuai. Setelah itu diamati pertumbuhan bakteri dan morfologi koloni (Gibson, 1994).
2) Morfologi Bakteri
Untuk mengamati mikroorganisme dapat dilakukan individual maupun secara kelompok dalam bentuk koloni. Bentuk koloni berbeda-beda untuk tiap spesies dan bentuk itu merupakan ciri khas bagi suatu spesies tertentu. Besar kecilnya koloni, mengkilat tidaknya, halus atau kasarnya permukaan dan warna dari koloni merupakan sifat yang diperlukan untuk identifikasi suatu spesies. Kebanyakan bakteri memiliki warna keputih-putihan, labu, kekuning-kuningan atau hampir.
d. Uji Karakteristik Biokimia
1) Pewarnaan Gram.
Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan sel paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri (Pelczar dan Chan, 1986). Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan diferensial karena dapat membedakan bakteri-bakteri yang bersifat Gram positif dan Gram negatif (Jutono, 1980).

Adapun uji pewarnaan Gram dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a) Kaca objek dibersihkan dengan alkohol untuk menghilangkan lemak lalu diberi label.
b) Ambil satu ose suspensi bakteri secara aseptik pada agar miring, kemudian ditotol pada bagian tengah kaca objek secara merata.
c) Preparat dikeringkan dan selanjutnya difiksasi diatas lampu spiritus.
d) Preparat ditetesi dengan larutan kristal violet selama 1 menit, kemudian dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan menggunakan kertas tissu.
e) Kemudian ditetesi larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit, selanjutnya dicuci dengan alkohol lalu dicuci kembali dengan menggunakan aquades dan keringkan dengan kertas tissu. Setelah itu tetesi larutan safranin selama 15 detik Dan dicuci dengan aquades, kemudian dikeringkan dengan kertas tissu. Preparat diberi minyak imersi dan diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000 X.
2) Uji Oksidase
Uji oksidase dilakukan untuk menentukan adanya oksidase sitokrom yang ditemukan pada bakteri tertentu.


Prosedur uji oksidase adalah sebagai berikut :
a) Media Nutrient Agar disiapkan dalam cawan petri steril yang telah diberi label sesuai kode biakan bakteri.
b) Secara aseptik inokulasi bakteri pada media nutrien agar dengan menggunakan jarum ose, kemudian inkubasi cawan petri pada suhu 370C selama 24 jam dalam keadaan terbalik.
c) Setelah masa inkubasi 24 jam, koloni bakteri yang tumbuh pada media nutrien agar ditambahkan beberapa tetes 2-3 tetramethyl-phenylenediamine dihydrochloride.
d) Setelah 30 detik lakukan pengamatan, uji bersifat positif jika koloni bakteri berubah warna dari merah mudah menjadi maron dan akhirnya menjadi kehitaman. Uji bersifat negatif jika tidak terjadi perubahan warna.
3) Uji Motiliti
Uji motiliti dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah bakteri yang diuji bersifat motil atau non motil. Prosedur kerja adalah sebagai berikut :
a) Siapkan media Motility Test Medium masukkan dalam tabung huch sebanyak 5 ml yang telah diberi label menurut kode biakan bakteri.
b) Bakteri diinokulasi ke dalam media secara aseptic dengan menusukkan jarum ose hingga ke dasar media.
c) Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Lakukan pengamatan setelah 24 jam masa inkubasi.Uji bersifat positif apabila terlihat adanya pertumbuhan melebar dari bekas tusukan jarum ose.
4) Uji Katalase
Tujuan dilakukannya uji katalase adalah untuk menentukan kemampuan bakteri dalam mendegradasi hidrogen peroksida (H2O2) melalui produksi enzim katalase (Cappucino dan Sherman, 1992). Prosedur uji katalase adalah sebagai berikut :
a) Siapkan media Nutrien Broth pada tabung yang telah diberi label sesuai dengan kode biakan bakteri sebanyak 5 ml.
b) Secara aseptik inokulasi bakteri ke dalam media kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah diinkubasi selama 24 jam tambahkan 3-4 tetes hydrogen peroksida (H2O2) 3% ke dalam kultur bakteri.
c) Lakukan pengamatan, uji bersifat positif jika terbentuk gelembung-gelembung udara (O2) di dalam tabung dan bersifat negatif jika tidak terbentuk gelembung-gelembung udara dalam tabung.
Lihat lampiran 2).
5. Diagram identifikasi dan pemeriksaan jumlah total bakteri pada susu kedelai cair dan susu kedelai bubuk.
(Lihat Lampiran 3).
D. Analisis Data
Hasil pengamatan yang diperoleh akan dibagi dalam dua kategori yaitu pengamatan bersifat kuantitatif dan pengamatan yang bersifat kualitatif. Hasil pengamatan kuantitatif diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan nilai rata-rata yang kemudian dari hasil tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel. Untuk hasil pengamatan secara kualitatif akan disajikan dalam bentuk gambar/tabel deskriptif.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Total Bakteri Pada Susu Kedelai Bubuk
Analisa total bakteri pada penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut.
Dari hasil analisa terhadap sampel susu kedelai yang diambil dari lokasi supermarket di Kota Gorontalo diperoleh hasil total koloni bakteri (TPC) sebagaimana pada Gambar 2 di bawah ini


Gambar 2. Grafik TPC Susu Kedelai Bubuk dan Susu Kedelai Cair
Dari Gambar 3 diatas dapat dilihat bahwa hasil analisa TPC untuk sampel susu kedelai bubuk rata-rata TPCnya berkisar 160 – 300 CFU/gr lebih tinggi dari sampel susu kedelai cair dimana rata-rata TPCnya berkisar 170 – 190 CFU/gr. Hal ini mungkin disebabkan karena dalam proses produksinya untuk produk cair lebih ketat penerapan GMP dan HCCP dimana salah satunya setiap produk susu kedelai cair harus di pasteurisasi terlebih dahulu dan dikemas secara hermetis sampai ke konsumen kemudian dalam retailnya menggunakan coldchain system pada suhu 10C - 20C sehingga diperoleh produk yang memiliki TPC terendah. Untuk susu kedelai Bubuk pada prinsipnya penerapan GMP dan HCCP sudah sangat baik tetapi mungkin pada waktu dipasarkan disupermarket tempat penyimpanan tidak menggunakan coldchain system dimana suhu penyimpanannya hanya pada suhu kamar.
Gambar total koloni bakteri pada media NA dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini :



Gambar 3. Hasil TPC sampel Susu Kedelai Bubuk dan
Susu Kedelai Cair
Dari hasil yang telah dicapai pada penelitian ini secara umum jika dibandingkan dengan persyaratan mutu susu kedelai dengan nilai maksimum 1,00 x 106 koloni/g dengan nilai rata-rata TPC produk susu kedelai yang ada di Supermarket di kota Gorontalo relatif lebih kecil dari nilai yang dipersyaratkan, maka produk susu kedelai baik bubuk dan susu kedelai cair yang dijual ini aman dan hiegenes untuk dikonsumsi oleh masyarakat Gorontalo.
B. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Setelah dilakukan isolasi biakan murni dari sampel susu kedelai, diperoleh 36 galur uji bakteri. Isolasi dilakukan dengan cara menumbuhkan bakteri pada media pertumbuhan NA, kemudian dipilih koloni bebas yang diduga sebagai koloni bakteri yaitu koloni yang berwarna kuning atau bening untuk di uji lebih lanjut.
1. Karakteristik Biokimia Bakteri dari Sampel Susu Kedelai
a. Pewarnaan Gram (Gram staining)
Dari uji pewarnaan Gram yang telah dilakukan terhadap galur uji yang diisolasi dari media NA, diperoleh hasil 24 galur uji tersebut semuanya bersifat Gram positif dan berbentuk kokus atau bulat, yang bentuk batang 11 galur.
( Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4, dimana sel berbentuk bulat bergerombol dan berwarna ungu atau violet ).


Gambar 4. Hasil pewarnaan Gram Isolat Diambil dengan menggunakan Microscope photo Micrigrap carton ( 1000X)
Ijong (2003b), menyatakan bahwa perbedaan struktur luar dinding sel bakteri Gram positif dan negatif mengakibatkan terjadinya perbedaan warna pada akhir prosedur pewarnaan Gram. Gram positif akan memberikan respon ungu atau violet (kadang-kadang kehitaman, yang disebabkan oleh reaksi berlebihan larutan mordan atau lugol).
Dinding sel terluar bakteri Gram positif terdiri dari peptodoglikan tebal tanpa lapisan lipoprotein atau lipopolisakarida seperti pada bakteri Gram negatif, sehingga pada saat diberikan larutan kristal violet kemudian diikuti dengan pemberian larutan lugol maka akan terbentuk kompleks kristal ungu dan yodium yang melekat kuat pada dinding selnya. Walaupun diikuti prosedur pencucian dengan larutan pemucat serta pemberian pewarna tandingan, serta pencucian dengan air, warna ungu tidak akan mudah terlepas dari dinding selnya. Pada bakteri Gram negatif, dinding selnya terdiri dari peptidoglikan yang dibungkus oleh lapisan lipoprotein atau lipopolisakarida, walaupun diberi larutan lugol, tidak akan terbentuk kompleks kristal ungu dan yodium pada dinding sel (peptidoglikan) sehingga pada saat diberikan larutan pemucat maka kristal ungu yang mengendap pada lapisan lipoprotein atau lipopolisakarida akan tercuci atau larut bersama dengan lapisan tersebut. Pada akhirnya pemberian pewarna tandingan (safranin) akan memberikan warna merah muda pada sel tersebut. Holt, dkk (1994), menyatakan bahwa Staphylococcus sp merupakan bakteri berbentuk bulat dan bersifat Gram positif, dengan diameter 0.5-1.5 μm.
b. Uji Oksidase
Hasil uji oksidase menunjukkan bahwa 35 galur memberikan reaksi positif. Hal ini berarti hampir semua galur menghasilkan enzim sitokrome oksidase yang berperan dalam respirasi aerobik. Dundu (2000), menyatakan bahwa beberapa bakteri aerob dapat menghasilkan enzim oksidase. Ini merupakan salah satu hal yang penting dalam melakukan proses identifikasi.
( Seperti terlihat dalam gambar 5 )



c. Uji Katalase
Pada uji katalase yang telah dilakukan untuk 28 galur uji memberikan respon positif sedangkan 7 galur lainnya negative. Hal ini berarti ada sekitar 77,8% galur memproduksi enzim katalase. Enzim katalase atau peroksidase sangat berperan dalam kelangsungan hidup mikroba. Menurut Ijong (2003b), pada saat mikroba melangsungkan respirasi secara aerobik, akan dihasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat bersifat racun bagi mikroba sehingga dapat mengakibatkan kematiannya. Kecuali, jika mikroba tersebut memiliki enzim katalase atau peroksidase yang mampu mendegradasi H2O2 menjadi H2O dan O2. reaksi positif ditunjukkan dengan adanya gelembung-gelembung gas (O2) setelah dilakukan penambahan beberapa tetes H2O2 3%.
Menurut Lay (1994), uji katalase berguna dalam identifikasi kelompok bakteri tertentu. Pada bakteri bentuk kokus, uji katalase digunakan untuk membedakan Staphylococcus sp dan Streptococcus. Kelompok Streptococcus memberi reaksi negatif, sedangkan Staphylococcus sp. memberikan reaksi positif.
( Hasil uji katalase dapat dilihat pada Gambar 6 ).


(-) K (+)




Gambar 6. Hasil Uji katalase
d. Uji Motiliti
Pada uji motiliti yang telah dilakukan terdapat 14 galur uji bersifat positif atau dengan kata lain bakteri dapat melakukan pergerakan sedangkan yang memberikan respon negative sebanyak 21 galur. Hal ini berarti hampir semua bakteri yang diuji memiliki alat gerak. Gambar hasil uji motiliti dapat dilihat pada Gambar 9.







Gambar 7. Hasil uji motiliti
e. Uji Indol
Uji indol bertujuan untuk mendeteksi kemampuan mikroba dalam mendegradasi asam amino triptofan. Adanya enzim triptofanase mengakibatkan triptofan dirombak oleh bakteri menjadi indol, asam piruvat, dan amonia.
Dari hasil uji yang didapatkan, 100% galur tidak dapat mendegradasi asam amino triptofan menjadi indol karena tidak memiliki enzim triptofanase. Lay (1994) menyatakan bahwa reagen bereaksi dengan indol dan menghasilkan senyawa yang tidak larut dalam air dan berwarna merah pada permukaan medium. Hasil uji indol dapat dilihat pada Gambar 8.
Tidak semua bakteri yang mampu mendegradasi triptofan menjadi indol, dengan demikian hal ini dapat digunakan sebagai salah satu karakteristik biokimia dari bakteri yang akan diidentifikasi. Salah satu bakteri yang tidak mampu mendegradasi triptofan menjadi indol adalah Staphylococcus sp.








Gambar 8. Hasil uji indol
Berdasarkan karakteristik fisiologis dan biokimia yang dilakukan terhadap masing-masing isolat bakteri yang diisolasi dari susu kedelai bubuk dan susu kedelai cair yang diambil dari supermarket yang ada di Kota Gorontal , kemudian dilakukan pembacaan hasil analisa dengan cara melihat perbandingan karakteristik mikroba tersebut pada buku Biochemical Test For Identification by Jean Mac Faddin.. Dari hasil analisa telah teridentifikasi 2 spesies bakteri seperti yang ditampilkan pada Tabel 9.




Tabel 2. Spesies bakteri pada susu bubuk dan cair

Spesies Persentasi
(%) Tingkat Bahaya
Serangan Penyakit
Staphylococcus sp
29, %
Tinggi
Bacillus sp
29 %
Tinggi



BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil analisa TPC dari keseluruhan sampel susu kedelai bubuk dan cair bila dibandingkan dengan SNI susu kedelai TPC adalah 1.0 x 106 TPC/gr maka keseluruhan sampel uji ini sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam SNI tersebut.
2. Produk susu kedelai bubuk memliki kandungan TPC tertinggi bila dibandingkan dengan susu kedelai cair. Guna mencegah terjadinya kontaminasi silang maka disarankan untuk susu kedelai bubuk dapat dikonsumsi apabila ada pengolahan lebih lanjut misalnya dengan pemanasan dengan suhu diatas 500C atau perebusan yang dapat mematikan bakteri Staphylococcus sp.
3. Pada produk susu kedelai bubuk dan susu kedelai cair dijumpai Staphylococcus sp dan Bacillus sp setelah dilakukan analisis uji biokimia.
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian kajian tentang penggunaan sistem High Temperature Sort Time (HTST) untuk menjamin mutu susu kedelai agar tetap baik dengan sasaran menginaktifkan Staphylococcus sp dan Bacillus sp dan enterotoksinnya tanpa merusak nilai gizi dari susu kedelai tersebut.
2. Dalam proses pengolahan sampai pada distribusinya, sebaiknya sanitasi dan higiene bahan, alat, dan pekerja lebih diperhatikan agar produk tidak terkontaminasi bakteri, khususnya bakteri Staphylococcus sp dan Bacillus sp Perlu dilakukan standarisasi terhadap baku meliputi bahan baku, bahan tambahan, bahan pengemas, sanitasi dan higenes pekerja.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan enterotoksin dari Staphylococcus sp dan Bacillus sp yang terdapat pada produk susu kedelai yang disimpan pada kondisi suhu yang berbeda.





DAFTAR PUSTAKA

Alfa Laval. 1977. Dairy Handbook. Alfa Laval Dairy and Food Engineering
Division. Sweden.
Anonimous, 2003. Mikrobiologi di Indonesia. Kumpulan Makalah Kongres Nasional Mikrobiologi. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia
Anonimous, 2001a. Material Safety Data Sheets, Vibrio parahaemolyticus halaman 2.
Bardach, J.E., J.H. Ryther and W.O. Mc Larney, 1998. Aquaculture : The Farming and Husbandry of Freswater and Marine Organism. John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Betty S.L. Jenie. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.
Buckle, K.A., R.A. Edwards,G.H. Gleet dan M. Wotton. 1987. Food Sc ience. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia.
Cappucino, J.G. dan Sherman. 1998. Microbiology, A Laboratory Manual. The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc. New York.
Dwijoseputra, D. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Malang. Lampert, L.M. 1974 Modern Dairy Product. Eurasia Publishing House (p) Ltd. Ram Nagar. New Delhi.
Eustice, F. Ronaldo. 1989. Pedoman Pengolahan Sapi Perah. Nandi Amerta
Agung. Salatiga.
Fardiaz, S. 1998. Keamanan Pangan Jilid 1. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. 3th
edition. Tata McGraw-Hill New Delhi.
Ijong, F. G. 2003. Bahan Ajar Mikrobiologi Dasar. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan-UNSRAT. Manado.
Ijong, F. G. 2004. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan Ikani. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-UNSRAT. Manado.
Jawetz, Melnick dan Adelbergs. 1996. Mikrobiologi Edisi 16. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta.
Jay, 2000. Modern Food Microbiology. Second Edition. Wayne State University. D.Van Nostrand Company. Gaithersburg, Maryland.
Jutono, 1998. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada . Yogyakarta.
Lay, B. W. 2004. Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. PT. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta.
Neimann. A., Sorensen, D. E. Tribe. 1987. World Animal Science. Elsevier
Science Publishers B. V. Netherlands.
Norman G.M. 1999. Principles of Food Sanitation. A Chapman & Hall Food Science Book. Fourth Edition. AN ASPEN PUBLISHING. Aspen Publishers, Inc.Gaithersburg, Maryland.
Pelczar, M. J. dan Chan, E.C.S. 2001. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Penerjemah : Ratna Sri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo dan Sri Lestari Angka. UI-Press. Jakarta.
Pelczar, M.J. dan R.D.Reid. 1982. Microbiology. International Student Edition. McGraw-Hill Book Inc. New York. Toronto. London.
Rombaut R. 2005. Dairy Microbiology and Starter Cultures. Laboratory of Food Technology and Engineering. Gent University. Belgium.
Srikandi Fardiaz, 1993. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Supardi, H. I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni Bandung.
Utji, R. dan H.Harun . 1999. Mikrobiologi Kedokteran. Bahan Ajar. Edisi Revesi Binarupa Aksara. Jakarta.
Winarno, 1998. Sterilisasi Komersil Produk Pangan. Pener bit PT Gramedia Pusaka Utama, Jakarta.

1 komentar: